Beritaparlemen.com|Jakarta, – Dalam rangka memperingati Hari Otonomi Daerah ke-XXIX, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menyelenggarakan talkshow bertajuk “Refleksi 25 Tahun Penyelenggaraan Otonomi Daerah Pasca Reformasi”. Kegiatan yang digelar secara hybrid dari Kantor Apkasi Jakarta pada Jumat (25/4/2025) ini menghadirkan sejumlah narasumber kunci, termasuk Prof Ryaas Rasyid (Penasihat Khusus Apkasi), Pjs. Ketua Umum Apkasi Mochamad Nur Arifin (Bupati Trenggalek), Direktur Eksekutif KPPOD Herman N. Suparman, dan Direktur Eksekutif Apkasi Sarman Simanjorang.
Prof Ryaas Rasyid, salah satu penggagas utama kebijakan otonomi daerah pasca-Reformasi, menyatakan bahwa semangat awal otonomi daerah dalam implementasinya masih jauh dari harapan. “Kewenangan daerah yang semula diberikan, pelan-pelan ditarik kembali sejak era Presiden Megawati hingga SBY,” ujarnya.
Ia mencontohkan penarikan kewenangan tambang Galian C ke pusat, padahal sebelumnya sudah didelegasikan hingga tingkat camat. Menurutnya, kondisi ini membuat bupati dan walikota kembali ke pola lama—tak memiliki sumber keuangan dan kewenangan yang memadai.
Dampaknya dengan penarikan wewenang tersebut, imbuh Prof Ryaas, Bupati/walikota kembali meminta-minta ke pusat, karena tidak ada sumber keuangan dan kewenangan yang cukup. Ia menambahkan, sebenarnya pola pemberian kewenangan kepada daerah pada 1998-1999 sudah bagus agar daerah kreatif, aktif mengambil prakarsa untuk mengurusi daerahnya, sementara pusat tugasnya melakukan supervisi agar jangan sampai menyimpang dan menegur kalau ada yang salah.
“Dengan pola ini, pemerintah pusat tidak perlu menghabiskan waktu mengurusi hal-hal kecil di daerah yang sebenanya bupati dan walikota sudah mampu mengatasinya. Pusat harusnya sibuk dengan visi ke depan, berperan aktif di kancah global agar menjadi pemain utama di dunia internasional,” ujarnya.
Prof Ryaas memberikan catatan bahwa masih banyak pekerjaan rumah terkait pelaksanaan otonomi daerah. Ia melihat masih adanya ketidakikhlasan pusat memberikan otonomi daerah, berupa wewenang dan fiskal.
Herman N. Suparman, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), yang hadir secara daring mengingatkan bahwa otonomi daerah adalah ultimate goal reformasi. Namun, ia menilai arahnya mulai bergeser. “Kita bisa lihat UU No. 23/2014 justru mengosongkan kewenangan daerah lewat berbagai UU sektoral,” ujarnya.
Herman menyoroti Inpres No. 1/2025 tentang efisiensi yang dinilai menggerus otonomi.
Sementara itu Pjs. Ketua Umum Apkasi Mochamad Nur Arifin mengatakan bahwa Hari Otonomi Daerah masih relevan dan sangat penting untuk diperingati. Cak Ipin sapaan Bupati Trenggalek ini, menegaskan bahwa otonomi harus dipahami lebih dari sekadar desentralisasi.